Bulletin Q3 2023

Published on 07/01/2023

Agrodana bulletin Q3 2023. Top trade picks HK Index Hang Seng, Euro Dollar and many more. The race to tame inflation and is the Fed's rate hike restarting again?

Quarterly Bulletin

BULLETIN Q3 2023

Bulletin Q3 2023

Sekapur Sirih

Salam sehat dan sejahtera bagi kita semua,

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan YME yang mana kita telah diberikan kesehatan dan rejeki yang berlimpah. Industri PBK (Perdagangan Berjangka Komoditi) merupakan industri jasa. Kepercayan para nasabah dan calon nasabah menjadi modal utama kami. Oleh karena itu PT Agrodana Futures selalu memberikan layanan terbaik.

Pada kesempatan ini kami akan memperkenalkan produk terbaru kami yaitu: Produk CFD Saham Individu Amerika Serikat dengan pilihan saham paling banyak di Indonesia. Demikian juga kami informasikan bahwa kantor cabang Bandar Lampung telah pindah ke tempat yang lebih nyaman di Jl. Jend. Sudirman, Ruko Sudirman No.18 AB. Akhir kata selamat berkarya dan sukses selalu untuk kita semua serta maju dan berkembang memajukan industri PBK di Indonesia.

Salam,
Laurentius Gunawan
Direktur Utama

gun-bulletin

Daftar Isi

02

The Race to Tame inflation

06

HK Index - Hang Seng

08

EURUSD - Euro Dollar

10

Trading System

11

Kebijakan Moneter dan Indikator Penentu Suku Bunga

14

Mengenal CFD Saham Individu

15

Leverage dan Pengelolaan Risiko

HOT TOPIC Q3 2023

THE RACE TO TAME INFLATION


Dalam semester pertama tahun 2023, ekonomi dunia diguncang oleh 2 krisis utama yaitu krisis sistem perbankan dengan bangkrutnya Silicon Valley Bank (SVB) dan sejumlah bank regional AS serta Credit Suisse Bank di Swiss yang mengalami keruntuhan. Credit Suisse diakusisi oleh rivalnya UBS. Kedua peristiwa ini terjadi karena salah interpretasi langkah moneter bank sentral yaitu Fed dan SNB yang agresif menaikkan suku bunga acuan seiring melonjaknya inflasi paska pandemi di tahun sebelumnya. Di kuartal kedua terjadi krisis debt ceiling pemerintah AS yang semestinya sudah lazim karena sejak tahun 1939 hingga tahun 2018 saja sudah terjadi 98x kenaikan plafon anggaran dibandingkan dengan hanya 5x penurunan. Kenaikan plafon anggaran ini diperlukan untuk pembiayaan operasional pemerintah serta membayar hutang negara berupa yield surat berharga yang punya jatuh tempo. Kenaikan ini terjadi karena banyak faktor di antaranya berkurangnya pendapatan negara karena pengurangan pajak pendapatan oleh Presiden Biden dan Trump pada masa

masa jabatan sebelumnya, meningkatnya anggaran BPJS (Medicare), membengkaknya biaya perang yang digunakan sebelumnya di Irak dan Afgahistan serta yang terbaru di Ukraina dan pembiayaan lainnya yang melampaui anggaran termasuk pandemi Covid-19 yang lalu. Gagalnya menaikkan plafon dapat menyebabkan kekacauan sistem keuangan AS dan mengancam stabilitas ekonomi serta kepercayaan pasar yang harus dijaga. Setelah melalui negosiasi yang alot, pemerintah dan Kongres AS akhirnya menyetujui kenaikan anggaran sebesar $31.4 triliun yang berlaku hingga tahun 2025 mendatang untuk menghindari pemilu AS tahun 2024 mendatang. Memasuki kuartal 3 tahun 2023 ekonomi global kembali diterpa oleh potensi inflasi yang kembali meningkat yang indikasi awalnya terjadi di Inggris.
Data Core Inflasi CPI yang tidak menyertakan komponen BBM, bahan pangan, tembakau dan alkohol naik ke 7.1% dari sebelumnya 6.8%. Ini merupakan level tertinggi sejak tahun 1992. Data utama inflasi CPI masih sulit turun di angka 8.7%, sama seperti periode-periode sebelumnya.

Semua data menunjukkan kebalikan dari ekspektasi inflasi turun setelah kenaikan suku bunga dalam 2 tahun terakhir. Sebagai perbandingan inflasi di AS yang saat ini 4% dan di Jerman 6.3%. Meskipun sudah turun dari level tertingginya 11.1% di bulan Oktober lalu, ini menempatkan Inggris dengan inflasi tertinggi di antara negara-negara G7. Angka inflasi di negara maju lainnya masih mengkhawatirkan dengan potensi untuk kembali naik seiring belum stabilnya harga minyak dunia karena perang Ukraina – Rusia yang berkepanjangan dan dampaknya terhadap stabilitas ekonomi global. Kenaikan inflasi lebih dirasakan di sektor jasa di mana terjadi lonjakan aktifitas ekonomi setelah dibukanya kembali akses keluar masuk paska berakhirnya pembatasan akibat pandemi Covid 19. Kenaikan suku bunga acuan bank sentral belum sepenuhnya menurunkan inflasi seperti yang diharapkan. Ini menandakan bahwa bank sentral belum sepenuhnya dapat mengendalikan inflasi.

Terlihat dari grafik proyeksi inflasi di samping terjadi kecenderungan mengalami kenaikan sehingga sejumlah bank sentral kembali menaikkan suku bunga acuannya setelah sempat melakukan jeda dengan menunda kenaikan suku bunga acuan diawali dengan Bank Sentral Australia (RBA) dan Bank Sentral Kanada (BOC) serta menyusul Bank Sentral Swiss (SNB). Sedangkan Bank Sentral Eropa (ECB) terus intensif dengan kenaikkan suku bunga sebanyak 25 bps dan belum sekalipun menunda. Sementara Bank Sentral Inggris (BOE) yang juga belum sekalipun melakukan jeda justru semakin agresif dengan kenaikan suku bunga acuan sebanyak 50 bps seiring dengan inflasi yang kembali naik dan kritikan pedas dari parlemen Inggris yang menilai BOE gagal dalam perang melawan inflasi. Federal Reserve sendiri dalam pertemuan moneter di bulan Juni lalu walau memilih untuk melakukan jeda namun Fed menyatakan masih akan melanjutkan kenaikan suku bunga acuan. Ketua Fed – Jerome Powell di depan Kongres AS juga menyampaikan perjalanan menekan inflasi masih jauh dari selesai. Langkah bank sentral untuk menekan turun inflasi memasuki fase baru dengan kembali menaikkan suku bunga acuan secara agresif, bukannya tanpa resiko.

Di tengah pertumbuhan ekonomi yang melambat langkah pengetatan moneter berisiko mengantar ekonomi ke dalam resesi. Terlebih dengan target 2% yang masih cukup jauh dari angka inflasi saat ini. Meski demikian bank sentral tidak ada pilihan lain karena jika tidak menaikkan suku bunga secara intensif maka potensi inflasi naik semakin besar. Gubernur Bank Sentral Jerman (BundesBank) – Joachim Nagel memperingatkan bahwa inflasi adalah monster yang rakus dan menunda kenaikan suku bunga merupakan kesalahan fatal pertama.

Hal senada disampaikan oleh pejabat ECB Isabelle Schnabel yang mengatakan menurunkan inflasi tinggi selalu penuh dengan risiko, namun risiko tersebut lebih kecil jika dilawan dengan kenaikan suku bunga yang banyak dibandingkan dengan risiko jika dilawan dengan kenaikan yang sedikit, seperti yang terjadi di Inggris dimana kenaikan suku bunga yang hanya 25 bps mengakibatkan angka core inflasi kembali naik menjadi 7.1%, sehingga kali ini BOE lebih agresif dengan kenaikan 50 bps. Begitu pula dengan kenaikan umtuk ke 4x sejak September tahun lalu sebanyak 50 bps oleh Bank Sentral Norwegia (NorgesBank) dimana inflasi naik lagi menjadi 6.7%. NorgesBank berencana akan lebih agresif dengan menaikkan suku bunga acuan 2x lagi hingga akhir tahun ini. 

Gubernur NorgesBank – Ida Wolden Bache dalam konferensi pers mengatakan jika suku bunga tidak naik sekarang, harga dan upah akan terus naik tajam dan inflasi semakin tidak terkendali. Fed yang menggunakan Personal Consumption Expenditure sebagai tolok ukur inflasi masih di angka 4.7% dan inflasi Uni Eropa juga masih di kisaran 5%. Swiss dimana core inflasinya sudah dibawah 2% target tidak mau mengambil risiko dan kembali menaikkan suku bunga acuan 25 bps dan masih belum akan selesai dengan kenaikan tersebut.

Presiden SNB – Thomas Jordan mengatakan langkah ini bukan akhir dan masih akan terus dinaikkan agar inflasi benar-benar permanen dibawah 2%. Satu-satunya negara yang justru melakukan sebaliknya adalah China dimana inflasi 0.2% dan Core inflasi hanya 0.6% itupun dengan pemangkasan suku bunga LPR (Loan Prime Rates) hanya 10 bps.
Bank for International Settlement (BIS), badan dunia yang menaungi semua bank sentral, dalam laporan tahunan pada 24 Juni 2023 menyarankan untuk menaikan suku bunga lagi karena ekonomi dunia saat ini sedang di titik krusial di mana semua negara sedang berjuang menekan inflasi.

Setelah 18 bulan terakhir bank sentral menaikkan suku bunga, namun inflasi masih sulit untuk turun. Sementara tingginya bunga pinjaman memicu dampak negatif seperti runtuhnya perbankan di AS beberapa waktu lalu yang merupakan krisis paling serius sejak krisis moneter 15 tahun lalu. Meski demikian langkah moneter ini harus dilakukan untuk menjaga stabilitas harga dan kebijakan moneter ini perlu diimbangi dengan kebijakan fiskal dari pemerintah. Menurut BIS peluang ekonomi global mengalami soft landing masih memungkinkan walaupun hal tersebut cukup sulit untuk dicapai. Terutama dengan perusahaan-perusahaan terus berusaha mendongkrak laba sedangkan pekerja terus meminta kenaikan upah seiring dengan biaya hidup yang semakin tinggi. Hal inilah yang menjadi pekerjaan rumah yang perlu dipikirkan oleh bank sentral di seluruh dunia. Mantan Ketua Fed – Ben Bernanke dan mantan pakar ekonomi IMF – Olivier Blancard sepakat kenaikan upah harus diselaraskan dengan pertumbuhan produktifitas agar benar-benar berdampak permanen pada inflasi.

Fed sudah menaikkan suku bunga sebanyak 500 bps hingga mencapai level tertinggi dalam 4 dasa warsa terakhir dalam 10x pertemuan moneter FOMC mulai Mei 2022 hingga Mei 2023. Keputusan Fed melakukan jeda dan menunda kenaikan suku bunga pada pertemuan FOMC bulan Juni lalu dikarenakan pertumbuhan ekonomi AS yang melemah. 

Berdasarkan data GDP Q1 AS meski naik tapi masih di bawah potensial ekonomi dalam lebih dari 1 tahun terakhir yaitu hanya naik 0.2% dari 1.1% menjadi 1.3%. Sehingga Fed perlu jeda melihat dampak tingginya suku bunga dalam jangka waktu singkat ini terhadap ekonomi terutama sektor tenaga kerja dan yang terpenting efeknya penurunan inflasi seperti yang diharapkan.

Menurut survey yang dilakukan oleh Bank of America terhadap 81 institusi pengelola dana 60%-nya memperkirakan langkah moneter bank sentral yang kembali intensif belakangan ini akan dihentikan pada titik tertentu jika terbukti akan memicu resesi. Sehingga resesi yang dikhawatirkan dapat dihindari agar soft landing tetap tercapai tanpa membawa korban lebih banyak dari yang sudah terjadi beberapa waktu sebelumnya. Dan hal ini didukung oleh pendapat sejumlah pakar ekonomi yang cukup yakin angka core inflasi pada waktunya akan mengikuti angka utama inflasi. Seiring dengan angka inflasi dari sisi produsen yang juga menunjukkan indikasi mengalami penurunan. Kekhawatiran akan resesi juga sedikit terbantahkan seiring dengan sektor tenaga kerja di AS yang masih kuat. Laporan Non-Farm Payroll terakhir atau awal Juni lalu di luar perkiraan terjadi penambahan sebanyak 339K lapangan kerja yang terisi.

Angka ini melampaui semua perkiraan dan merupakan penambahan terbanyak sejak tahun 2019. Tidak itu saja Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS) juga merevisi 2 periode sebelumnya menjadi lebih tinggi yaitu kenaikan 217K di bulan Maret dan 294K di bulan April. Meskipun menurut Challeger, Gray & Christmas terjadi PHK berlipat ganda dari tahun sebelumnya namun data ekonomi menunjukkan mereka yang terkena PHK tidak perlu waktu lama untuk kembali di rekrut perusahaan lain. Angka tingkat pengangguran meningkat 0.3% dari 3.4% menjadi 3.7% namun jika dirata-rata dalam 3 bulan terakhir tingkat pengangguran relatif masih sangat rendah di angka 3.5%. Dengan kondisi ini tidak bisa dikatakan ekonomi dalam resesi karena resesi tidak mungkin terjadi pada saat kondisi tenaga kerja kuat seperti sekarang ini. Ekonomi AS cukup solid meski ditekan kenaikan suku bunga acuan yang agresif, krisis perbankan dan masalah debt ceiling.

Penurunan tajam pada ekonomi dapat terjadi dalam waktu singkat. Sehingga faktor fundamental ekonomi patut terus dicermati untuk mengetahui indikasi adanya tanda-tanda resesi. Efek dari kenaikan suku bunga acuan Fed belum sepenuhnya dirasakan. Dalam beberapa bulan ke depan sejumlah data ekonomi masih akan dirilis yang akan memberikan gambaran sebenarnya apakah pelambatan ekonomi akan terjadi dan berdampak pada berkurangnya daya beli. Selama sektor tenaga kerja terus menambahkan lapangan kerja diatas 200K maka ekonomi AS tidak akan mengalami resesi. Morgan Stanley menyebutkan sektor tenaga kerja ini menjamin ekonomi AS akan mengalami soft landing, dan langkah Fed untuk terus menaikkan suku bunga acuan tidak akan memicu resesi. Moody menyatakan peluang terjadinya resesi di AS tahun ini adalah 1 banding 3. Namun pada tahun 2024 nanti peluangnya lebih besar dibanding tahun ini. Hal senada disampaikan oleh peneliti di University of Michigan yang menyatakan resiko hard landing di tahun 2023 ini sangat minim. Skenario terburuk mungkin baru akan dirasakan pada tahun 2024 mendatang. Negara-negara dengan penyerapan tenaga kerja dikisaran 70% ke atas dari populasi usia kerja diperkirakan akan dapat bertahan dan terbebas dari ancaman resesi.

TOP TRADE PICKS Q3 2023

Rencana Stimulus China Pasca Covid, Peluang Dorong Hang Seng Naik?


Kekhawatiran terpuruknya ekonomi China membayangi market selama berminggu-minggu. Ekonomi China mandeg pasca dibukanya kembali aktivitas di awal 2023 dari pembatasan Covid-19. Produksi industri China bertahan di bawah 5.6% sejak April 2023 dan belum menunjukkan tanda-tanda penguatan kembali. Inflasi China berada di bawah 2% sejak Januari 2023. Hal ini disebabkan oleh tingkat permintaan konsumen domestik yang lemah meskipun aktivitas perjalanan sudah mulai ramai.

Bank Ramai-ramai Turunkan Proyeksi Pertumbuhan China
UBS, Nomura, Goldman Sachs, Citi dan HSBC ramai-ramai menurunkan proyeksi pertumbuhan China untuk 2023. UBS turunkan proyeksi pertumbuhan China dari 5.7% menjadi 5.2%. Nomura turunkan proyeksi dari 5.5% menjadi 5.1%. Goldman Sachs turunkan proyeksi dari 6.0% menjadi 5.4%. Citi turunkan proyeksi dari 6.1% menjadi 5.5%. HSBC menurunkan proyeksi pertumbuhan China 2023 dari 6.3% menjadi 5.3%. UBS beralasan melihat data yang lebih lemah yang muncul di bulan Mei di mana momentum pertumbuhan Q2 jauh lebih lemah dari yang diperkirakan sebelumnya. Bahkan UBS melihat data awal untuk Juni juga lemah dan mengatakan tidak jelas apakah ada peningkatan. Konsensus berkembang bahwa China perlu melakukan lebih banyak lagi untuk memicu permintaan agar aktivitas ekonomi meningkat karena pemulihan pasca-Covid yang telah memudar dengan cepat selama beberapa bulan terakhir.

Kebijakan Moneter dan Fiskal Diharapkan
Sejak awal Juni 2023, bank sentral China (PBOC) mulai melakukan beberapa pelonggaran, dimulai dari dipangkasnya suku bunga reverse repo 7-hari, suku bunga deposito, suku bunga fasilitas pinjaman jangka menengah (MLF) 1 tahun, sampai terbaru suku bunga dasar pinjaman LPR 1 dan 5 tahun yang masing-masing dipangkas sebesar 10 bps. Pemangkasan LPR 1 dan 5 tahun merupakan yang pertama kalinya dalam 10 bulan. China diharapkan akan berbuat lebih banyak untuk menopang kepercayaan serta meningkatkan performa ekonominya. Pemerintah dikabarkan sedang membicarakan untuk memberi dukungan melalui stimulus fiskal. Beijing dilaporkan sedang merancang langkah besar untuk hidupkan kembali ekonominya yang lesu, termasuk kemungkinan aturan properti yang lebih longgar. Sekitar 1 triliun yuan atau setara $140 miliar sedang disiapkan dalam bentuk obligasi keuangan khusus, yang akan digunakan untuk meningkatkan kepercayaan bisnis dan membantu pemerintah daerah yang terlilit utang.

Performa Hang Seng Juli – September 8 Tahun Terakhir

  1. Juli–Sept 2015: kekhawatiran ekonomi China dan ambruknya pasar saham di China daratan. Turun ± 20%.
  2. Juli–Sept 2016: kondisi ekonomi global membaik, kebijakan moneter akomodatif dan stabilisasi ekonomi China. Naik ± 9%.
  3. Juli–Sept 2017: pendapatan perusahaan kuat, pertumbuhan ekonomi China kuat, minat terhadap risiko meningkat. Optimisme perdagangan global. Naik ± 9%.
  4. Juli–Sept 2018: ketegangan antara AS-China, kenaikan suku bunga dan ketidakpastian ekonomi global. Turun ± 6%.
  5. Juli–Sept 2019: perang dagang AS-China, protes di HK, dan ekonomi global melambat. Turun ± 10%.
  6. Juli–Sept 2020: stimulus pemerintah, meningkatnya optimisme pemulihan ekonomi pasca pandemi. Naik ± 20%.
  7. Juli–Sept 2021: perubahan regulasi, ketegangan geopolitik, kekhawatiran varian Delta Covid-19, dan dampak pada pemulihan ekonomi global. HSI mix, turun ± 2%.

TECHNICAL OUTLOOK

Inverse Head & Shoulders Weekly Chart dan FR 61.8% Weekly

Hang Seng berhasil rebound bertahap sejak sentuh level terendah 14615. Sempat tertahan di level tertinggi pantulan 22720, kemudian koreksi turun pun cenderung bertahan di kisaran 18842 (RS1) dan 17961 (RS2). Dan saat ini berada di level 18500 (penutupan per 23 Juni 2023). Secara bertahap, resistance akan berpotensi menghalangi di kisaran 20918 (FR 38.2% Weekly), 21724 (low 27 Februari 2022), dan 22742 (neckline, high 29 Januari 2023).

Pola Inverse Head & Shoulders akan konfirm naik lebih kuat jika mampu tembus neckline resistance 22742. Dan jika berhasil tembus neckline resistance 22742, besar peluang untuk berlanjut hingga terdekat FR 61.8% Weekly 24812, yang juga berpotensi berperan sebagai “penghalang” serius dari pola kenaikan.

Jika berbasis pada history rebound tertinggi di tahun 2020 adalah 20%, dengan asumsi penutupan per 23 Juni di 18500, maka target potensial berada di 22200-an, cukup dekat dengan area yang dicurigai sebagai neckline dari Inverse Head & Shoulders. Tapi jika berdasarkan rebound moderat tahun 2016 ataupun 2017 yang naik 9%, maka target potensial akan berada di kisaran 20165.

Caution: Pasar tinggal menunggu apakah China akan segera umumkan paket stimulus dalam waktu dekat untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi China pasca reopening. Jika tidak terjadi, maka Hang Seng diperkirakan akan kembali drop di bawah 17961 (RS2) dan ini berarti pola Inverse Head & Shoulders terancam gagal!

Dari sejarah yang terjadi, saat China kucurkan stimulus indeks saham Hang Seng mengalami rebound ± 9% saat kebijakan moneter yang akomodatif (di tahun 2016) dan ± 20% saat langkah stimulus diambil pemerintah (di tahun 2020). Tapi sebelum kenaikan, penurunan juga cenderung terjadi lebih dulu sehingga banyak faktor yang harus dipertimbangkan yang bisa memicu sentiment investor global.

Rekomendasi:

BUY on Dip di area: 18400 - 18450
Target: 1) 20106, 2) 22140
Stop Loss: 16700

EURUSD - Euro Dolar

Bank Sentral Eropa (ECB) pada pertemuan moneter terakhirnya pada 15 Juni lalu menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25 bps. Suku bunga acuan ECB naik dari 3.75% menjadi 4.0%, ini merupakan level tertinggi dalam 2 dasawarsa terakhir. Dan ECB belum ada rencana untuk segera mengakhiri siklus kenaikan tersebut mengingat inflasi yang masih jauh dari target 2%. Bahkan pejabat ECB sendiri masih memproyeksikan inflasi tahun ini direvisi naik dari 4.6% menjadi 5.1%. Dalam konferensi pers, Presiden ECB - Christine Lagarde juga menyinggung soal kenaikan suku bunga acuan pada pertemuan moneter berikutnya di bulan Juli mendatang dengan kondisi ekonomi yang relatif masih stagnan dan inflasi berpotensi cenderung menjauh dari target yang diharapkan. Sebelum itu sejumlah bank sentral sudah mulai melakukan jeda dan sebagian lagi sedang mempersiapkan jeda termasuk Federal Reserve. Langkah ECB yang masih terus bersikap intensif memberikan keuntungan daya tarik terhadap mata uang Euro.

Seiring dengan waktu, sejumlah bank sentral lainnya kemudian kembali menaikkan suku bunga acuan seiring dengan tanda-tanda inflasi yang semakin sulit turun. Bahkan di Inggris inflasi menunjukkan tanda-tanda kembali naik sehingga Bank Sentral Inggris (BOE) dan Bank Sentral Norwegia (NorgesBank) secara mengejutkan menaikkan suku bunga acuan sebanyak 50 bps membuat daya tarik Euro kembali menurun. Termasuk juga sikap Fed yang berencana akan kembali menaikkan suku bunga acuan setidaknya sebanyak 2x di tahun ini membuat Euro kembali melemah dan cenderung masih akan turun. Dari grafik harian Euro (EURUSD D1) terbentuk pola Head & Shoulders dimana ini merupakan tren reversal dan didukung oleh MACD yang menunjukkan divergen seperti dibawah ini.

Rekomendasi:

Ambil posisi jual saat harga turun menembus Neckline (1.0730) dengan target awal di harga 1.0515 dan Target Utama di harga 1.0240. Dan Stop Loss awal mendekati garis Moving Average 100 di sekitar 1.0845 & Stop Loss Utama jika harga menembus Right Shoulder di harga 1.1010.

Bulletin Q3 2023

TRADING SYSTEM

Analisa Teknikal

Trading system, atau sistem perdagangan, merujuk pada serangkaian aturan, strategi, dan pendekatan yang digunakan oleh seorang trader untuk mengambil keputusan perdagangan. Sistem perdagangan membantu trader dalam menganalisis pasar, mengidentifikasi peluang perdagangan, dan menentukan kapan memasuki atau keluar dari posisi perdagangan. Trading system merupakan kombinasi berbagai elemen yang berfungsi sebagai parameter pada analisis teknikal, seperti indikator teknikal, aturan manajemen risiko, pengaturan entri dan keluar yang terdefinisi dengan jelas, serta strategi manajemen perdagangan. Sebagaimana diketahui, analisis teknikal ini memegang peranan yang krusial untuk para trader memprediksi perkiraan harga dalam masa mendatang.

Tujuan dari sistem perdagangan adalah untuk memberikan kerangka kerja yang terorganisir dan terukur bagi seorang trader, mengurangi emosi yang mempengaruhi keputusan, dan meningkatkan konsistensi dalam pendekatan perdagangan. Komponen utama yang sering digunakan dalam sistem perdagangan meliputi indikator teknikal (seperti moving averages, MACD, RSI, dll.), pola harga, level support dan resistance, serta aturan manajemen risiko (seperti ukuran posisi yang sesuai dengan toleransi risiko, stop-loss, take-profit, dan lain sebagainya). Setiap trader dapat mengembangkan sistem perdagangan mereka sendiri berdasarkan preferensi pribadi, gaya perdagangan, dan pengetahuan mereka tentang pasar. Penting untuk melakukan pengujian dan evaluasi yang cermat terhadap sistem perdagangan sebelum mengimplementasikannya secara real-time untuk memastikan konsistensi dan hasil yang diharapkan. Namun, perlu diingat bahwa tidak ada sistem perdagangan yang dapat menjamin keuntungan atau keberhasilan secara konsisten. Penting untuk terus belajar, mengikuti perubahan pasar, dan mengadaptasi sistem perdagangan sesuai kebutuhan dan kondisi pasar yang berubah.

Syarat-syarat sistem trading yang baik dapat bervariasi tergantung pada preferensi individu dan strategi perdagangan yang digunakan. Berikut ini adalah beberapa syarat umum yang sering dianggap penting dalam pengembangan sistem trading yang baik:

  1. Rencana Perdagangan yang Terdefinisi, sebelum memulai trading. Rencana ini harus mencakup tujuan perdagangan, strategi yang digunakan, aturan entri dan keluar, manajemen risiko, serta penilaian kinerja.
  2. Analisis Pasar yang Mendalam, sebelum masuk ke perdagangan. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan harga, mengenali pola chart, serta menganalisis indikator teknikal dan fundamental dapat membantu dalam pengambilan keputusan yang lebih baik.

Manajemen Risiko yang Efektif, tetapkan batasan risiko yang dapat Anda terima untuk setiap perdagangan, seperti batas kerugian maksimal atau persentase risiko modal. Penggunaan stop loss untuk melindungi posisi dari kerugian berlebihan.

Disiplin dan Konsistensi, adalah kunci trading yang sukses. Penting untuk konsisten dalam pendekatan dan strategi trading Anda, hindari melompat-lompat dari satu metode ke metode lainnya secara terlalu sering.

Pengelolaan Emosi yang Baik, terutama ketika menghadapi kerugian atau keuntungan besar. Tetap tenang, obyektif, dan mengikuti rencana perdagangan Anda, tanpa terpengaruh oleh emosi yang berlebihan.

Evaluasi dan Perbaikan Terus-Menerus, tinjau dan evaluasi kinerja trading Anda secara berkala. Identifikasi kekuatan dan kelemahan sistem trading Anda, dan lakukan perbaikan yang diperlukan.

Trading melibatkan risiko, dan tidak ada sistem trading yang bisa menjamin keuntungan yang konsisten. Dengan sistem trading yang baik, Anda dapat meningkatkan peluang keberhasilan dalam jangka panjang dan mengelola risiko secara efektif. Penggunaan aplikasi trading seperti MT4 dan MT5 memberikan keuntungan kepada Investor dan Trader karena dapat secara realtime bertransaksi, menganalisa pasar dan menerapkan system trading-nya dalam satu platform.

ANALISA FUNDAMENTAL

KEBIJAKAN MONETER DAN INDIKATOR PENENTU SUKU BUNGA

Kebijakan moneter adalah salah satu instrumen yang digunakan oleh bank sentral suatu negara untuk mengatur dan mengendalikan pasokan uang serta suku bunga dalam perekonomian guna mencapai tujuan tertentu. Tujuan utama kebijakan moneter adalah untuk mencapai stabilitas harga (kontrol inflasi) dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang sehat. Bank sentral, seperti Federal Reserve di Amerika Serikat, memiliki peran utama dalam merancang dan melaksanakan kebijakan moneter untuk mempengaruhi jumlah uang beredar. Beberapa alat kebijakan moneter yang umum digunakan adalah:

Suku Bunga
Bank sentral dapat menyesuaikan tingkat suku bunga acuan untuk mengendalikan aktivitas peminjaman dan tabungan dalam perekonomian. Jika bank sentral ingin mendorong pertumbuhan ekonomi, mereka dapat menurunkan suku bunga untuk mendorong pinjaman dan pengeluaran. Sebaliknya, jika ada kekhawatiran tentang inflasi, bank sentral dapat menaikkan suku bunga untuk mendorong tabungan dan mengurangi pengeluaran.

Operasi Pasar Terbuka
Bank sentral dapat membeli atau menjual obligasi pemerintah atau surat berharga lainnya di pasar terbuka. Melalui operasi ini, bank sentral dapat mengendalikan likuiditas di pasar, mempengaruhi suku bunga jangka pendek, dan mengontrol pasokan uang di perekonomian.

Persyaratan Cadangan
Bank sentral dapat menetapkan persyaratan cadangan yang harus dipenuhi oleh bank komersial. Persyaratan cadangan adalah jumlah minimum dana yang harus dipegang oleh bank komersial sebagai cadangan likuiditas. Dengan mengubah persyaratan cadangan, bank sentral dapat mempengaruhi likuiditas di sistem perbankan dan mempengaruhi tingkat suku bunga.

Kebijakan Kredit
Bank sentral juga dapat menggunakan kebijakan kredit untuk mengatur suku bunga dan likuiditas. Mereka dapat menetapkan batasan kredit, memperketat atau melonggarkan kebijakan kredit untuk mempengaruhi pinjaman dan investasi.

Kebijakan moneter juga dapat melibatkan langkah-langkah seperti intervensi valuta asing, pengawasan terhadap lembaga keuangan, dan pengaturan sistem pembayaran, yang semuanya bertujuan untuk mencapai stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dalam penentuan suku bunga di Amerika Serikat, ada beberapa jenis data ekonomi yang penting dipertimbangkan oleh kebijakan moneter.

Pertumbuhan PDB & Inflasi

Produk Domestik Bruto (PDB) adalah ukuran besarnya aktivitas ekonomi suatu negara. Pertumbuhan PDB tinggi, menunjukkan ekonomi kuat dan dapat menyebabkan kekhawatiran inflasi, yang dapat mendorong bank sentral untuk menaikkan suku bunga. Inflasi mengukur kenaikan harga barang jasa dalam suatu periode waktu. Inflasi tinggi dapat mengurangi daya beli dan mempengaruhi stabilitas ekonomi.

Tenaga Kerja & Pengangguran

Pertumbuhan sektor tenaga kerja yang kuat, tingkat pengangguran rendah dan upah meningkat, dapat menyebabkan peningkatan inflasi, yang mendorong bank sentral untuk menaikkan suku bunga.

Selain data ekonomi, Federal Reserve juga memperhatikan faktor-faktor lain, termasuk kebijakan fiskal pemerintah, kondisi pasar keuangan, dan perkembangan ekonomi global dalam mengambil keputusan mengenai suku bunga. Kenaikan dan penurunan suku bunga pada akhirnya akan berpengaruh terhadap nilai tukar US Dollar terhadap mata uang dunia lainnya.

BASIC KNOWLEDGE

MENGENAL CFD SAHAM INDIVIDU

CFD adalah singkatan dari Contract For Difference dan merupakan instrumen derivative yang memungkinkan investor dan trader untuk mendapatkan keuntungan dari selisih perubahan harga. CFD Saham Individu berarti trader bisa mendapatkan keuntungan dari selisih perubahan harga saham perusahaan tertentu. Apa bedanya beli CFD Saham Individu dengan beli Saham secara langsung? Jika investor membeli saham perusahaan secara langsung, maka kepemilikannya akan tercatat di Daftar Pemegang Saham perusahaan tsb sehingga ia memiliki hak suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan berhak atas segala corporate action yang dilakukan oleh perusahaan.

Jika investor membeli CFD Saham Individu ia tidak tercatat sebagai pemegang saham di perusahaan tsb sehingga tidak memiliki hak suara dalam RUPS tetapi ia tetap berhak mendapatkan segala corporate action yang dilakukan oleh perusahaan. Jadi perbedaannya hanya di voting rights dalam RUPS! Jika perusahaan membagikan dividen maka pemegang saham dan pembeli CFD akan mendapatkan dividen. Demikian pula ketika perusahaan melakukan Stock Split maka pemegang saham dan pembeli CFD juga akan mengalami Stock Split.

Stock Split adalah pemecahan nilai nominal saham sehingga pemegang saham memiliki jumlah lembar saham lebih banyak. Sebagai contoh: investor memiliki 100 lembar saham yang akan Stock Split 1:2 dan harga saham sebelum split adalah $100, maka setelah Stock Split investor tsb akan memiliki 200 lembar saham dengan harga $50. Baik pemegang saham dan pembeli CFD akan memiliki jumlah lembar saham lebih banyak setelah stock split tsb.

Bagaimana jika perusahaan membagikan dividen tunai? Misalnya investor memiliki 100 lembar saham yang akan membagikan dividen tunai sebesar $2 per lembar saham, maka investor saham dan pembeli CFD juga akan menerima dividen tunai sebesar $200. Jadi membeli CFD Saham Individu akan mendapatkan seluruh corporate action yang dilakukan oleh perusahaan kecuali voting rights dalam RUPS.

stock-chart

Bagaimana dengan perhitungan profit/loss? Jika investor membeli saham dan CFD saham individu dengan harga $100 dan menjualnya di harga $150 sebanyak 100 lembar, maka total keuntungan di saham maupun CFD adalah sama yaitu $50 x 100 lembar = $ 5.000. Lantas apa kelebihan CFD Saham Individu?
CFD Saham Individu memungkinkan trader untuk mendapatkan leverage dengan lebih mudah.

Rata-rata CFD Saham Individu diperdagangkan dengan leverage 10x lipat, sementara Margin Trading di perdagangan saham maksimal hanya bisa 2x hingga 3x lipat sehingga trader tidak perlu menyediakan dana yang terlalu besar di awal dengan CFD. CFD juga memudahkan trader yang ingin melakukan Short Selling, ketika trader melihat harga saham suatu perusahaan yang sudah terlalu tinggi dan memperkirakan harganya akan turun, maka transaksi Short Selling di produk CFD jauh lebih mudah dibandingkan Short Sell di saham perusahaan tsb. Strategi dalam bertransaksi saham juga bisa diterapkan dalam transaksi CFD. Investor yang ingin berinvestasi dalam jangka panjang dengan strategi Buy and Hold, atau membeli saham perusahaan secara berkala dengan Dollar Cost Averaging atau yang mau melakukan jual beli dalam jangka pendek, semuanya bisa dilakukan melalui CFD juga.

Saat ini di Indonesia sudah tersedia CFD Saham Individu yang diregulasi oleh Bappebti, hal ini sangat memudahkan seluruh investor dan trader Indonesia yang ingin berpartisipasi dalam peluang pasar saham Amerika Serikat tanpa harus repot dengan segala peraturan bursa luar negeri. Agrodana Futures, The Best GOFX Broker of the Year 2021 dan 2022, menawarkan produk CFD Saham Individu dengan pilihan saham paling banyak di Indonesia. Yuk… segera buka akun di Agrodana dan dapatkan keuntungan dari transaksi CFD Saham Individu.

BASIC KNOWLEDGE

LEVERAGE DAN PENGELOLAAN RISIKO

Kita sering mendengar istilah high risk and high return. Atau istilah berinvestasi di instrumen investasi yang memberikan keuntungan yang besar tetapi sekaligus memiliki risiko yang sama besarnya dengan potensi keuntungan itu sendiri. Hal ini terkait dengan mekanisme Leverage yang ada di dalam investasi tersebut.
Leverage, dalam konteks keuangan dan trading, merujuk pada penggunaan dana atau sumber keuangan lainnya untuk meningkatkan potensi keuntungan atau kerugian dari suatu investasi atau transaksi. Leverage memungkinkan investor untuk mengendalikan aset yang lebih besar daripada jumlah modal yang sebenarnya dimiliki. Leverage dapat digunakan dalam berbagai bidang, termasuk investasi dan trading.

Leverage Dalam Trading
Leverage digunakan dalam trading untuk meningkatkan daya beli dan potensi keuntungan. Misalnya, jika menggunakan Leverage 1:10, berarti investor dapat mengendalikan posisi trading senilai 10 kali lebih besar dari jumlah modal yang dimiliki. Keuntungan atau kerugian dari transaksi akan diperbesar sebanding dengan rasio Leverage yang digunakan. Semakin besar leverage semakin besar pula potensi keuntungan dan kerugiannya. Leverage dalam trading biasanya digunakan dengan menggunakan instrumen keuangan seperti kontrak berjangka, opsi atau margin trading di pasar saham.

Leverage Dalam Investasi Dengan Pinjaman
Leverage dapat digunakan dalam investasi dengan memanfaatkan pinjaman untuk mendanai pembelian aset. Misal, investor menggunakan pinjaman bank untuk membeli properti atau saham, dengan harapan bahwa nilai aset tersebut akan meningkat di masa depan dan memberikan keuntungan yang cukup untuk membayar pinjaman serta menghasilkan laba. Penggunaan Leverage dalam investasi dengan pinjaman memungkinkan investor untuk mengalokasikan lebih banyak dana ke dalam aset yang berpotensi memberikan imbal hasil yang lebih tinggi. Namun, risiko utama adalah bahwa jika nilai aset turun, investor tetap bertanggung jawab untuk membayar pinjaman dengan modal mereka sendiri

Bertransaksi di instrumen dengan Leverage membutuhkan Manajemen Risiko yang baik. Misalnya Manajemen risiko dalam transaksi mata uang merupakan langkah-langkah yang diambil untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mengelola risiko yang terkait dengan fluktuasi nilai tukar mata uang. Berikut adalah beberapa aspek penting dalam manajemen risiko di transaksi mata uang:

Identifikasi & Evaluasi Risiko

Identifikasi faktor yang mempengaruhi nilai tukar, seperti kondisi ekonomi, politik, atau lainnya yang dapat mempengaruhi stabilitas mata uang.
Analisis probabilitas terjadinya risiko dan dampak potensialnya terhadap transaksi mata uang. Evaluasi risiko dapat melibatkan penggunaan alat analisis seperti analisis sensitivitas atau model keuangan.

Kelola Risiko & Evaluasi

Diversifikasi portofolio mata uang dapat membantu mengurangi risiko fluktuasi nilai tukar dalam satu mata uang. Tetapkan batasan risiko yang siap ditanggung. Memantau dan mengevaluasi keefektifan strategi pengelolaan risiko yang digunakan secara terus-menerus.

Penggunaan Leverage memerlukan pemahaman yang baik tentang risiko dan harus didasarkan pada profil risiko pribadi, tujuan investasi, dan kemampuan untuk mengelola risiko yang terkait.

leverage