Quarterly Bulletin
BULLETIN Q2 2023
Sekapur Sirih
Salam sehat dan sejahtera bagi kita semua,
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan YME atas segala kemurahanNya di tahun ini dan bertepatan umat muslim memasuki bulan Ramadhan kiranya kita semua diberikan kesehatan dan rejeki yang berlimpah. Menyikapi banyaknya aksi tipu-tipu investasi keuangan yang mengatasnamakan industri keuangan pada umumnya dan Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) pada khususnya, Regulator dalam hal ini Menteri Perdagangan melalui BAPPEBTI pada bulan Maret 2023 mencanangkan Bulan Literasi PBK.
PT Agrodana Futures turut serta mengambil bagian dengan mengadakan seminar di Universitas Surabaya (UBAYA) dan Universitas Katolik Darma Cendika (UKDC) serta membuka Commodity Derivative Interest Group di lingkungan UKDC untuk meningkatkan literasi di kalangan mahasiswa. Akhir kata semoga kegiatan literasi industri PBK ini memberikan pemahaman secara menyeluruh sehingga bertumbuh dan berkembang serta menggerakkan ekonomi NKRI. Kami juga ucapkan:
“SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1444H, MOHON MAAF LAHIR & BATIN”
Salam,
Laurentius Gunawan
Direktur Utama
Daftar Isi
02
Facing Recession 2023
06
XAUUSD - GOLD
08
Trendline
10
Indikator RSI vs MACD
11
8 Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Mata Uang
HOT TOPIC Q2 2023
FACING RECESSION 2023
Mengakhiri Q1 2023, sistem keuangan AS diguncang oleh runtuhnya Silicon Valley Bank (SVB). Salah satu faktor kebangkrutan adalah kenaikan suku bunga agresif Fed selama setahun terakhir. Awalnya SVB menjual obligasi senilai US$ 21 miliar yang mengakibatkan kerugian penjualan mencapai US$ 1,8 miliar. Rencana SVB mencari pendanaan dari perusahaan venture capital General Atlantic dan menjual obligasi konversi ke publik ditambah kerugian sebelumnya memicu potensi penurunan peringkat dari Moody's Investors Service. Pasar pun terkejut dengan rencana pendanaan SVB sehingga deposan besar ramai-ramai menarik dana. SVB merupakan bank yang berspesialisasi dalam pembiayaan startup dan berhasil menjadi bank AS terbesar ke-16 berdasarkan aset dengan aset US$209 miliar dan deposito sekitar US$175,4 miliar. Menteri Keuangan, Federal Reserve dan Perusahaan Asuransi Perbankan Federal dalam kesepakatan bersama memastikan tidak akan melakukan bail-out terhadap SVB.
Namun tetap memberikan jaminan bagi nasabah SVB untuk dapat menarik dananya. Pada akhirnya semua simpanan dan pinjaman SVB akan diambil alih oleh First Citizens BancShares Inc dengan persetujuan dari Perusahaan Asuransi Perbankan Federal. Selain SVB sejumlah bank regional juga mengalami keruntuhan karena langkah moneter Fed yang agresif di tahun 2022. Sementara itu di Swiss, Bank Credit Suisse di luar dugaan juga perlu bantuan Bank Sentral Swiss (SNB) dan berakhir dengan akusisi oleh rivalnya UBS. Runtuhnya SVB sendiri menjadi kegagalan terbesar selepas krisis keuangan 2008. Yang sejak kejadian itu otoritas keuangan AS memberlakukan syarat modal lebih ketat buat bank-bank untuk memastikan keruntuhan bank tidak akan merugikan sistem keuangan dan perekonomian lebih luas. Meski menghadapi krisis perbankan, Federal Reserve tetap yakin bahwa ekonomi AS masih berpeluang untuk soft landing yaitu dengan tetap menekan inflasi tanpa menyebabkan terjadinya resesi.
Powell juga menjamin simpanan deposan dalam perbankan masih tetap aman, paska pertemuan FOMC 23 Maret lalu di mana Fed terus menaikkan suku bunga acuan 25 bps menjadi 5.0%, guna menekan inflasi yang masih sulit turun. Dalam pertemuan tersebut juga disinggung proyeksi suku bunga acuan yang masih akan naik 1x lagi. Perihal runtuhnya beberapa bank, Powell mengungkap beberapa perbaikan yang perlu dilakukan dan sedang diperiksa secara seksama oleh supervisi bank sentral dan diharapkan akan selesai pada 1 Mei 2023 ini.
Menteri Keuangan AS, Janet Yellen juga terus meyakinkan investor bahwa simpanan mereka di perbankan AS masih aman dan menjanjikan pengambil keputusan akan berupaya lebih keras untuk mencegah krisis berlanjut. Pelaku pasar dan pakar ekonomi berpendapat bahwa resesi AS tidak dapat dihindari seiring dengan inflasi yang terus tinggi, sektor tenaga kerja yang tetap kuat dan Fed yang masih terus menaikkan suku bunga acuan.
Yield obligasi jangka pendek AS lebih besar dari yield obligasi jangka panjang sehingga terbentuk kurva inversi sejak tahun 2022 dan masih berlanjut hingga saat ini. Semestinya investor akan mendapat yield yang lebih tinggi ketika menempatkan sejumlah dana dengan jangka waktu lebih lama. Dan ini semakin diperparah dengan prakiraan ekonomi AS di tahun 2023 yang semakin memburuk setelah pada tahun 2021 lalu GDP AS mencapai 5.9% dan di tahun 2022 turun drastis menjadi hanya 2.1%. Fed memproyeksikan GDP AS hanya naik sebesar 0.4% di 2023 dan diperkirakan baru akan bergerak naik di tahun 2024 mendatang dengan proyeksi yang juga diturunkan dari 1.6% menjadi hanya 1.2%. Meski langkah pengetatan moneter Fed ditujukan untuk menahan laju pertumbuhan ekonomi guna menekan inflasi namun apakah langkah tersebut dapat menghindarkan ekonomi dari ancaman resesi. Dengan Fed melakukan langkah pengetatan moneter paling agresif sejak awal tahun 1980-an, namun dalam 2 bulan terakhir angka penambahan tenaga kerja payroll melonjak mencapai rata-rata 407K dan data anggaran belanja konsumen juga terus meningkat mengikuti tren tersebut.
Dengan prinsip history will repeat itself, siklus yang terjadi dalam sejarah langkah moneter Fed dapat dipelajari dan dijadikan referensi. Fed diperkirakan akan segera mengakhiri siklus kenaikan suku bunga acuan dan akan segera beralih pada fase mempertahankan suku bunga untuk sementara waktu sebelum akhirnya akan kembali melonggarkan kebijakan moneter dengan memangkas suku bunga. Tabel dibawah ini menggambarkan kondisi inflasi dan terjadinya resesi akibat langkah moneter Fed sejak tahun 1970-an.
Kondisi Agustus 1977 hingga Maret 1980 mirip dengan kondisi saat ini. Dibawah pimpinan Paul Volcker, Fed menaikkan suku bunga secara agresif yang dinilai sukses dan digunakan sampai saat ini meskipun berpotensi memicu resesi. Di bawah pimpinan Powell, terjadi inflasi tinggi yang belum pernah terjadi dalam beberapa dekade terakhir dan suku bunga acuan dinaikkan dengan agresif tahun lalu. Dari tabel di atas terlihat siklus bisnis cenderung turun dimana data ISM berada di bawah ambang batas 50. Saat ini potensi resesi juga terindikasi dari inversi kurva yield periode Maret 2022 - Februari 2023 dimana yield 2 & 10 tahun selisih -113 bps dan -274 bps untuk yield 3m & 10 tahun.
Dengan asumsi bahwa Fed akan segera mengakhiri siklus kenaikan dengan hanya 1x kenaikan dan akan memasuki fase hold after hike dengan mempertahankan suku bunga setelah kenaikan terakhir nanti maka diharapkan skenario yang akan terjadi mirip dengan peristiwa antara Maret hingga Oktober 1980 seperti terlihat pada tabel dibawah.
Meski dengan jangka waktu yang terbatas, yield 2s10s dan 3m10y mengalami perkembangan positif pulih dari inversi dan kembali berkorelasi positif. Yang terus berlanjut positif seiring dengan fase berikutnya yaitu pelonggaran kebijakan moneter dengan siklus pemangkasan suku bunga acuan.
Siklus kenaikan suku bunga Fed dapat digambarkan sebagai berikut ini.
Sebaliknya jika pengatatan moneter terus dilanjutkan dengan menaikkan suku bunga acuan lebih lanjut, potensi resesi semakin meningkat seperti periode Oktober 1980 hingga Mei 1981 dimana Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebanyak 7x dan berakhir dengan terjadinya resesi dalam periode 12-24 bulan berikutnya seperti pada tabel 1 diatas.
Resesi yang terjadi antara tahun 1981 hingga 1982 menjadi kondisi ekonomi terburuk setelah Great Depression (1929). Pemerintah AS secara resmi mengumumkan terjadinya resesi pada kuartal ketiga tahun 1981 seiring dengan suku bunga yang tinggi membebani sektor ekonomi yang bergantung pada modal pinjaman. Ini merupakan resesi Double-Dip dimana 2 resesi yang terjadi dalam kurun waktu yang pendek. Tingkat pengangguran melonjak dari 7.4% menjadi hampir 10% hanya dalam setahun dan berlanjut mendekati 11 % di tahun kedua serta masih menjadi angka pengangguran tertinggi paska perang dunia II. Pengangguran terjadi terutama di sektor manufaktur, konstruksi dan industri otomotif. Meski industri barang hanya mencapai 30% dari total penyerapan tenaga kerja namun saat itu PHK mencapai angka 90% di sektor manufaktur, 22% di sektor konstruksi dan 24% di industri otomotif. Seiring dengan terus memburuknya resesi, Ketua Fed saat itu masih di bawah kepemimpinan Paul Volcker berulangkali diperingatkan oleh Kongres AS untuk segera menurunkan suku bunga, namun Volcker bersikeras dengan mengungkapkan kegagalan menurunkan inflasi akan berakibat lebih buruk dan berpotensi mengalami resesi lebih lama lagi. Seiring dengan waktu pada November 1982 angka inflasi turun drastis dari 15% di akhir 1979 menjadi hanya 5% dan suku bunga mulai diturunkan serta tingkat pengangguran turun drastis dari mendekati 11% menjadi hanya 8% setahun kemudian. Komitmen dari Volcker dan Ketua Fed penerusnya untuk tetap agresif menjaga stabilitas harga menjadi jaminan bahwa inflasi di AS tidak akan pernah mencapai 2 digit lagi.
Volcker bersikeras dengan mengungkapkan kegagalan menurunkan inflasi akan berakibat lebih buruk dan berpotensi mengalami resesi lebih lama lagi. Seiring dengan waktu pada November 1982 angka inflasi turun drastis dari 15% di akhir 1979 menjadi hanya 5% dan suku bunga mulai diturunkan serta tingkat pengangguran turun drastis dari mendekati 11% menjadi hanya 8% setahun kemudian. Komitmen dari Volcker dan Ketua Fed penerusnya untuk tetap agresif menjaga stabilitas harga menjadi jaminan bahwa inflasi di AS tidak akan pernah mencapai 2 digit lagi.
Apakah tahun 2023 ini akan terjadi resesi?
Selain dari kurva inversi yield obligasi, indikasi lainnya adalah data pertumbuhan ekonomi GDP. Pada 2 kuartal pertama tahun 2022 lalu GDP mengalami penurunan namun kembali bangkit pada kuartal ketiga. Ketiga kuartal di tahun 2022 ini menandakan tidak adanya resesi. Namun dengan Fed terus secara agresif menaikkan suku bunga acuan tidak tertutup kemungkinan akan terjadi resesi di tahun 2023 ini. Jika GDP di awal tahun 2023 ini kembali turun setelah di kuartal 4 2022 lalu turun dari 1.9% menjadi 0.9%. Maka besar kemungkinan akan terjadi resesi di akhir tahun 2023 atau awal tahun 2024 mendatang. Dan dapat berpotensi terjadinya resesi kembali.
Gubernur Fed - Phillip Jefferson mempercayai bahwa situasi ekonomi paska pandemik sangat berbeda dan unik. Sehingga sulit membandingkan kondisi saat ini secara historis dengan kondisi di tahun 70-80an. Kondisi saat ini berbeda setidaknya dalam 4 hal. Perbedaan tersebut antara lain adalah gangguan rantai pasokan yang belum pernah terjadi sebelumnya, penurunan jumlah orang yang bekerja atau mencari pekerjaan, kredibilitas Fed sebagai pemegang mandat menjaga inflasi dibandingkan fungsi Fed terdahulu dan langkah Fed yang secara agresif melawan inflasi dengan sejumlah kenaikan suku bunga acuan dalam 2 tahun terakhir ini. Fed sudah menaikkan suku bunga acuan dari hampir 0% menjadi 5.0% bulan lalu yang merupakan langkah penyesuaian suku bunga tercepat dalam 1 dasa warsa terakhir. Dengan kenaikan suku bunga acuan diharapkan kredit perumahan, kredit kendaraan bermotor, kartu kredit dan bisnis piutang menjadi lebih mahal serta memaksa perusahaan menunda ekspansi bisnis dan mulai melakukan PHK dan konsumen mulai mengurangi anggaran belanja seiring berkurangnya daya beli. Namun sejauh ini indikator ekonomi belum menunjukkan hasil sesuai yang diharapkan dengan sektor tenaga kerja tetap solid dengan penambahan lapangan kerja mencapai 2x dari periode sebelumnya dan tingkat pengangguran terendah, sektor ritel masih cukup positif dan kepercayaan konsumen juga cukup tinggi sehingga daya beli masih terus meningkat. Mantan Ketua Fed sekaligus menjabat Menteri Keuangan saat ini - Janet Yellen beberapa waktu lalu juga tetap yakin AS dapat menghindari resesi dengan sektor tenaga kerja yang tetap solid. Dan sejumlah pakar ekonomi cukup optimis resesi masih dapat dihindari dan akan tercapai soft landing yang diharapkan walaupun dengan peluang tersebut sangat kecil. Dan ini adalah tugas yang berat bagi Fed untuk menentukan saat yang tepat untuk mengambil tindakan yang sepatutnya diambil guna menjalankan mandatnya menurunkan inflasi sekaligus menghindarkan ekonomi dari ancaman resesi.
TOP TRADE PICKS Q2 2023
XAUUSD Siklus Kenaikan Bunga Segera Berakhir, Emas Leluasa Naik Lebih Tinggi Lagi?
Emas sempat sentuh level tertinggi 2023 di level $ 2009.58/oz per tanggal 20 Maret 2023, 2 hari sebelum Fed umumkan suku bunga di FOMC Meeting 21 – 22 Maret 2023. Dan saat pengumuman suku bunga dan proyeksi ekonomi, Emas berhasil kembali rebound ke level $ 2.000-an setelah sempat lebih dulu terkoreksi H-1 sebelum pengumuman suku bunga Fed. Akankah Emas kembali naik dan lanjutkan kenaikan di zona $ 2.000-an ? Berikut beberapa pertimbangannya:
Dot Plot Maret Tidak Berubah, Fed Sisakan 1 Kenaikan
Dot plot menunjukkan tidak ada perubahan yang signifikan terhadap proyeksi suku bunga 2023, dan menunjukkan bahwa Fed hanya menyisakan kenaikan suku bunga 1 kali lagi untuk tahun 2023, lalu bertahan hingga akhir tahun. Hal ini dilakukan Fed untuk mengantisipasi dampak permasalahan bank-bank regional AS yang sampai saat ini belum diketahui seberapa fatal dampaknya. Emas sangat sensitive terhadap kenaikan suku bunga bank sentral, sehingga jika bank memutuskan hanya akan melakukan 1 kali kenaikan lagi, itu berarti peluang untuk Emas kembali naik cukup besar.
Kekhawatiran Krisis dipicu Perbankan
Berawal dari kabar bangkrutnya SVB, lalu tak lama kemudian Signature Bank, dan juga First Republic memukul saham sektor perbankan dan memicu aksi jual di pasar ekuitas global. Dan secara bersamaan juga terlihat hal yang serupa di Credit Suisse, bank besar di Kawasan Eropa. Kepanikan tersebut membuat investor melirik kembali Emas sebagai tempat berlindung paling aman atau dikenal sebagai Safe Haven.
Performa Emas di Q2, Turun Berarti Peluang Beli
Emas bersifat musiman, untuk berbagai alasan, terutama termasuk musim pernikahan di India, harga emas berfluktuasi dengan cara yang konsisten sepanjang tahunnya. Pola ini juga didukung oleh data puluhan tahun dan memiliki implikasi yang jelas bagi investor Emas. Berdasarkan data selama 40 tahun, terungkap sejak 1975 (tahun pertama kepemilikan emas di AS dilegalkan kembali), bulan Maret secara rata-rata merupakan bulan dengan kinerja terburuk untuk Emas. Hal ini menjadikan bulan Maret sebagai bulan terbaik untuk membeli Emas. Casey Research juga mengukur seberapa baik kinerja emas di bulan Desember setiap periodenya jika investor melakukan pembelian selama bulan Maret yang lemah.
TECHNICAL OUTLOOK
Weekly Chart Bearish Divergence, Long White Candle Jadi Acuan!
Memasuki akhir bulan yang biasanya dibayangi oleh permintaan dolar, maka Emas berpeluang terkoreksi lebih dulu. Weekly candle ditutup oleh Doji sehingga peluang koreksi turun bisa diharapkan terjadi lebih dulu. Hal ini didukung oleh formasi Higher High pada harga vs Lower High di RSI memberi isyarat Bearish Divergence, sehingga peluang penurunan diharapkan terjadi di penghujung bulan Maret. Adapun kondisi Long White candle menjadi acuan support yang diharapkan untuk area koreksi. 50% real body long white menjadi Support 1 di kisaran $ 1932.03, dan low pada candle tersebut di $ 1871.30 menjadi support 2 sekaligus pemicu penurunan reversal jangka pendek. Ini berarti selama penurunan tidak berdampak pada tekanan di bawah $ 1871.30, maka kita masih bisa melihat peluang rebound kembali terjadi.
Dari sisi Daily, juga terlihat peluang koreksi jangka pendek dan bisa menjadi kesempatan untuk melakukan Buy on Weakness atau Buy on Dip. Area terdekat untuk opsi BUY berada di kisaran area FR 23.6% ($1862.29) - 38.2% ($ 1933.04). Sementara “golden area” berada di kisaran FR 50% ($ 1909.39) – 61.8% ($ 1885.75). Stop Loss idealnya ditempatkan di bawah FR 61.8% atau di bawah trendline support (garis miring warna merah).
Beberapa data ekonomi yang perlu dipantau dan berpengaruh terhadap Emas:
1. GDP dan PCE (akhir bulan Maret 2023)
2. NFP, Inflasi, GDP, PCE (rilis bulan April, Mei, Juni)
3. 2 kali FOMC Meeting (3 Mei dan 14 Juni)
BASIC KNOWLEDGE
TRENDLINE
Trendline atau garis tren adalah teknik yang sangat populer sebagai cara untuk mengidentifikasi area support atau resistance. Tapi satu pertanyaan yang selalu ada di antara para trader Forex – bagaimana saya harus menggambar garis tren? Dalam pembahasan kali ini, kita akan membahas apa itu garis tren serta cara menggambarnya. Sesuai namanya, garis tren adalah level yang digunakan dalam analisis teknikal yang dapat ditarik sepanjang tren untuk mewakili support atau resistance, tergantung arah tren. Garis tren ini dapat membantu kita mengidentifikasi area potensial peningkatan penawaran dan permintaan, yang masing-masing dapat menyebabkan pasar bergerak turun atau naik. Mari kita lihat garis tren yang ditarik selama tren naik. Perhatikan bagaimana pada grafik harian GBPUSD di bawah ini (1), pasar menyentuh support garis tren beberapa kali selama periode waktu yang lama. Garis tren ini mewakili area support di mana trader dapat mulai mencari peluang beli. Sebaliknya di kondisi tren turun maka area resistance dapat digunakan sebagai area peluang jual.
Sekarang setelah kita memiliki pemahaman tentang apa itu garis tren, mari kita bahas cara menggambarnya. Hal pertama yang harus diketahui tentang menggambar garis tren adalah Anda memerlukan setidaknya dua titik di pasar untuk memulai garis tren. Setelah ayunan kedua diidentifikasi, Anda dapat menggambar garis tren Anda. Perhatikan bahwa setelah kita memiliki dua titik utama maka kita dapat mulai menggambar garis tren kita (2). Setelah level ini ditetapkan, kita dapat mulai mencari trend harga bullish untuk bergabung dengan reli. Benar saja, hanya beberapa minggu kemudian support bullish line muncul sesuai perkiraan. Bullish line di chart bawah ini, memberikan sinyal kepada trader bahwa garis tren kemungkinan besar akan bertahan. Ini memberi kesempatan kepada trader untuk membeli pada support untuk mengikuti tren pasar (Trend Following).
3 Kunci Menggambar Garis Tren Yang Efektif
- Time frame yang lebih tinggi akan selalu menghasilkan garis tren yang lebih handal, jadi mulailah dari time frame yang panjang misalnya mingguan dan teruskan ke bawah: harian, jam, dan seterusnya;
- Sebagian besar garis tren yang Anda temui akan tumpang tindih dari High atau Low candlestick, tetapi yang penting adalah mendapatkan sentuhan sebanyak mungkin tanpa memotong tubuh dari candlestick;
- Jangan pernah memaksakan garis tren agar sesuai, jika tidak sesuai maka tren itu tidak valid atau tidak layak.Mari kita lihat masing-masing secara lebih rinci:Pertama, gunakan Kerangka Waktu Tinggi untuk Menggambar Garis Tren. Sebagian besar trader menggambar trend line berdasarkan grafik harian. Hal ini karena trader rata-rata melakukan sebagian besar perdagangan di kerangka waktu ini, dan periode harian cukup mewakili periode waktu yang panjang. Kedua, semakin lama garis tren maka semakin penting jadinya. Garis tren yang memanjang selama dua tahun akan selalu dianggap lebih penting daripada tren yang hanya berlangsung selama dua minggu. Semakin banyak berlatih menarik garis trend maka akan semakin baik pula akurasinya. Selain itu trader perlu juga memahami bagaimana melakukan transaksi dengan menggunakan garis support dan resistance.
INDIKATOR RSI VS MACD
Analisa Teknikal
MACD (Moving Average Convergence Divergence) dan indikator RSI (Relative Strength Index) adalah 2 jenis indikator momentum yang sangat populer dan banyak digunakan oleh para trader. Keduanya memberikan sinyal momentum tetapi bekerja dengan teknik pengukuran yang berbeda. Karena mirip kita coba membahas hal apa saja yang membedakan kedua indikator ini.
MACD digunakan untuk mengukur kekuatan pergerakan suatu instrumen. Hal ini dilakukan dengan mengukur perbedaan dari 2 Exponential Moving Average (EMA), biasanya digunakan EMA 12 periode dan EMA 26 periode. Garis MACD diperoleh dari perhitungan dua komponen diatas. Komponen ketiga adalah Moving Average (MA) 9, yang dalam grafik ditampilkan dalam signal line. Garis nol memberikan nilai positif atau negatif untuk MACD. Intinya, pemisahan yang lebih besar antara MACD line dengan Signal line menunjukkan peningkatan momentum pasar, naik atau turun.
RSI, bertujuan untuk menunjukkan apakah pasar dianggap overbought atau oversold jika dikaitkan dengan harga terakhir. RSI menghitung harga rata-rata selama periode waktu tertentu; periode waktu default adalah 14 periode. Nilai RSI diplot pada skala dari 0 hingga 100. Nilai di atas 70 dianggap sebagai indikasi pasar overbought dan nilai di bawah 30 merupakan indikasi pasar yang oversold. Pada level yang lebih umum, pembacaan di atas 50 ditafsirkan sebagai bullish, dan pembacaan di bawah 50 ditafsirkan sebagai bearish. RSI dan MACD adalah indikator momentum tren pasar yang menunjukkan hubungan antara dua rata-rata pergerakan harga. MACD dihitung dengan mengurangkan EMA 26 periode dari EMA 12 periode. Hasil perhitungan tersebut adalah garis MACD. EMA sembilan hari dari MACD yang disebut "garis sinyal", kemudian diplot di atas garis MACD, yang dapat berfungsi sebagai pemicu sinyal beli dan jual. Trader dapat membeli saat MACD melintasi di atas garis sinyalnya dan menjual di saat MACD melintasi di bawah garis sinyal.MACD mengukur hubungan antara dua EMA, sementara RSI mengukur perubahan harga sehubungan dengan harga tertinggi dan terendah baru-baru ini. Kedua indikator ini sering digunakan bersama untuk memberikan gambaran teknis pasar yang lebih lengkap kepada analis.
Meski sama-sama mengukur momentum, MACD dan RSI terkadang memberi signal berlawanan. Misal, RSI menunjukkan pembacaan di atas 70 dan terus berlanjut, yang mengindikasikan pasar terlalu melebar ke sisi beli (overbought) dan bertahan terlalu lama di buying area dan berisiko segera turun.
Sedangkan MACD mengindikasikan pasar masih meningkatkan momentum beli. Salah satu indikator dapat menandakan perubahan tren yang akan datang dengan menunjukkan perbedaan dari harga (harga terus naik sementara indikator berubah menjadi lebih rendah, atau sebaliknya).
ANALISA FUNDAMENTAL
8 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI TUKAR MATA UANG
Nilai tukar mata uang didefinisikan sebagai "Nilai di mana mata uang satu negara dapat dikonversi ke negara lain." Nilai tukar atau kurs berfluktuasi setiap hari sesuai penawaran dan permintaan mata uang dari satu negara ke negara lain. Untuk itu penting memahami hal apa saja yang dapat mempengaruhi nilai tukar atau kurs suatu mata uang. Berikut adalah beberapa faktor utama yang dapat mempengaruhi nilai tukar:
Tingkat Inflasi
Perubahan inflasi menyebabkan perubahan nilai tukar mata uang. Negara dengan tingkat inflasi yang lebih rendah dari yang lain mata uangnya akan menguat. Negara dengan tingkat inflasi yang lebih rendah secara konsisten menunjukkan nilai mata uang yang meningkat, sementara negara dengan inflasi yang lebih tinggi biasanya mengalami depresiasi mata uangnya dan biasanya disertai dengan suku bunga yang lebih tinggi.
Suku Bunga
Bagaimana suku bunga mempengaruhi nilai tukar uang? Kurs valas, suku bunga, dan inflasi semuanya berkorelasi. Kenaikan suku bunga menyebabkan mata uang suatu negara terapresiasi, karena bank memberikan suku bunga yang lebih tinggi kepada pemberi pinjaman, sehingga menarik lebih banyak modal asing, yang menyebabkan kenaikan nilai tukar.
Neraca Transaksi Berjalan
Neraca Transaksi Berjalan suatu negara mencerminkan neraca perdagangan dan pendapatan dari investasi asing. Ini terdiri dari jumlah total transaksi termasuk ekspor, impor, utang, dll. Defisit dalam neraca berjalan karena menghabiskan lebih banyak mata uangnya untuk mengimpor produk daripada yang dihasilkan melalui ekspor menyebabkan melemahnya suatu mata uang.
Utang Pemerintah
Utang pemerintah adalah utang publik yang dimiliki oleh pemerintah pusat. Negara dengan utang pemerintah cenderung memperoleh modal asing, yang menyebabkan inflasi. Investor asing akan menjual obligasi di pasar terbuka jika diperkirakan utang pemerintah di negara tertentu akan bermasalah, dan mengakibatkan nilai tukar mata uangnya akan terdepresiasi.
Terms of Trade
Defisit perdagangan dapat menyebabkan nilai tukar berubah. Terms of trade adalah rasio harga ekspor terhadap harga impor. Nilai tukar perdagangan suatu negara meningkat jika harga ekspornya naik lebih tinggi daripada harga impornya. Ini menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi, yang menyebabkan permintaan yang lebih tinggi untuk mata uang negara dan peningkatan nilai mata uangnya.
Stabilitas & Kinerja Politik
Negara dengan risiko gejolak politik yang lebih kecil akan lebih menarik bagi investor asing. Peningkatan modal asing, pada gilirannya, mengarah pada apresiasi nilai mata uang domestiknya. Namun, negara yang rentan terhadap kekacauan politik mungkin mengalami depresiasi nilai tukar.
Resesi
Ketika suatu negara mengalami resesi, suku bunganya cenderung turun, memperkecil peluangnya untuk memperoleh modal asing. Akibatnya, mata uangnya melemah dibandingkan dengan negara lain.
Spekulasi
Jika nilai mata uang suatu negara diperkirakan akan naik, investor akan membeli lebih banyak mata uang tersebut untuk mendapatkan keuntungan dalam waktu dekat. Akibatnya, nilai mata uang akan naik karena peningkatan permintaan.