Dolar masih cenderung melemah terhadap mata uang lainnya setelah libur panjang Paskah di akhir pekan, akibat kekhawatiran akan buruknya ekonomi domestik AS akibat agenda kenaikan tarif impor terhadap mitra dagangnya terutama dengan China yang melambung hingga 245%. Hal ini akan berdampak tidak hanya dalam skala bilateral, namun juga dipastikan akan berdampak secara global. IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan menurun akibat kenaikan tarif impor ini, meski tidak sampai terjadi resesi. Kondisi ini juga mempersulit langkah Fed dimana konsekuensi langsung akan pelambatan ekonomi. Seharusnya Fed menurunkan suku bunga, namun potensi terjadinya kenaikan inflasi juga meningkat sehingga Fed perlu menaikkan atau setidaknya mempertahankan suku bunga acuan yang masih tinggi saat ini. Dalam beberapa pidato Ketua Fed - Jerome Powell juga masih menahan diri dan belum secara tegas mengatakan langkah apa yang akan diambil dalam waktu dekat ini. Presiden Trump sudah sejak lama menginginkan suku bunga rendah guna mendongkrak ekonomi sehingga sikap Ketua Fed tersebut tidak terlalu disukai. Trump secara terbuka menyerang Powell di media sosial miliknya dengan menuduh Powell menjalankan misi politiknya sendiri dan berharap dapat segera diturunkan dari jabatannya. Penasehat ekonomi Gedung Putih - Kevin Hassett mengatakan Presiden Trump dan timnya sedang berusaha mencari jalan untuk melengserkan Powell jika memungkinkan. Langkah ini dinilai sangat beresiko di tengah wacana kenaikan tarif yang masih mengambang karena tiba-tiba mengalami penundaan selama 90 hari setelah 2 hari diumumkan. Kepercayaan akan independensi bank sentral dan kepercayaan akan pengganti Powell nantinya akan menjadi pertanyaan besar jika Powell dilengserkan sebelum masa jabatannya berakhir. Kekacauan akan tarif impor ditambah dengan pelengseran Ketua Fed akan berdampak buruk bagi dunia keuangan karena merusak kepercayaan akan independensi bank sentral dan juga kepercayaan akan kepemimpinan Presiden Trump sekaligus. Kondisi ini mengakibatkan investor mengalihkan asetnya menjauh dari mata uang dolar, bursa saham AS dan juga surat berharga lainnya. Gubernur Fed Chicago - Austan Goolsbee kemarin menyatakan kepeduliannya dengan mengatakan harapannya agar AS tidak mengubah independensi bank sentral dalam menentukan kebijakan moneter ditunggangi oleh kepentingan politik. Pekan ini ada data PMI di sektor manufaktur dan jasa, data Durable Goods Order dan hasil survey dari University of Michigan.
Yen juga bergerak menguat seiring dengan melemahnya dolar setelah perundingan dagang dengan AS sepertinya berjalan lancar. Presiden Trump yang di luar perkiraan ikut hadir dalam negosiasi mengatakan negosiasi menghasilkan kemajuan besar. Terkait dengan tuduhan manipulasi mata uang, Perdana Menteri Jepang - Shigeru Ishiba mengatakan tetap mengedepankan asas keadilan. Diskusi masalah mata uang akan dilanjutkan oleh Menteri Keuangan - Katsunobu Kato bersama Menteri Keuangan AS - Scott Bessent pekan ini bersamaan dengan pertemuan Menteri Keuangan G20 disela-sela pertemuan musim semi IMF. Trump mengenakan kenaikan tarif impor sebanyak 24% terhadap Jepang, namun seperti sudah disebutkan sebelumnya ditunda hingga awal Juli mendatang. Kenaikan awal sebanyak 10% tetap berlaku dan kenaikan sebanyak 25% terhadap produk kendaraan masih diberlakukan yang merupakan ekspor utama Jepang. Jepang juga akan melonggarkan aturan keselamatan sebagai hasil dari negosiasi dagang yang selama ini dianggap sebagai kendala non-tarif terhadap produk otomobil AS. Menurut Jepang dan pakar otomobil mengatakan produsen mobil Detroit selama ini tidak memenuhi standar jalan dan pengemudi di Jepang. Jepang sendiri sebenarnya bisa menggunakan obligasi untuk negosiasi, sebagai pemegang terbesar surat berharga AS tersebut yang mencapai lebih dari $1triliun. Namun Jepang tidak menggunakannya karena menghargai negosiasi harus berdasarkan kepercayaan kedua belah pihak untuk menciptakan stabilitas bilateral dan secara global. Jepang berencana akan membeli lebih banyak energi dari AS berupa LNG yang masih menjadi pertanyaan kemampuan AS dalam menghantarkannya.
Euro juga menguat hingga level tertinggi dalam 3 tahun terakhir terhadap dolar meski sebelumnya sempat melemah setelah Bank Sental Eropa (ECB) memangkas suku bunga acuan pada pertemuan moneter pekan lalu. Dengan suara bulat pejabat ECB memangkas suku bunga acuan untuk kali ke-7 sejak berakhirnya pandemi lalu. Dalam konferensi pers Presiden ECB - Christine Lagarde secara tegas mengatakan ECB masih akan memangkas suku bunga acuan berikutnya. Hal sama juga disampaikan oleh pejabat ECB lainnya paska berakhirnya pertemuan moneter tersebut. Sementara negosiasi dagang dengan AS sepertinya akan berjalan lancar seiring dengan kenaikan tarif impor yang tidak sebanyak perkiraan pasar yang diharapkan tidak akan memperburuk kondisi ekonomi di kawasan ini. Pekan ini ada data PMI di sektor manufaktur dan jasa, data kepercayaan konsumen dan pidato dari Presiden ECB Lagarde pada esok hari.
Poundsterling juga menguat terhadap dolar seiring melemahnya mata uang dolar. Sementara kondisi ekonomi di Inggris mulai pulih dengan pertumbuhan ekonomi yang meningkat. Sedangkan tekanan inflasi mulai menurun yang merupakan kondisi ideal bagi Bank Sentral Inggris (BOE) untuk kembali memangkas suku bunga acuannya. Selain itu Inggris juga tidak terancam oleh kenaikan tarif impor AS kecuali di sektor otomobil. Namun yang masih perlu dipertimbangkan adalah menurunnya permintaan global akibat kenaikan tarif impor AS setelah berakhirnya penundaan 90 hari atau di awal Juli mendatang. Sehingga perkiraan pasar masih belum terlalu jelas akan langkah yang akan diambil oleh BOE dalam pertemuan moneter yang dijadwalkan pada awal bulan depan nanti. Pekan ini ada data PMI di sektor manufaktur dan jasa serta pidato dari Gubernur BOE - Andrew Bailey pada hari Rabu lewat tengah malam.