Presiden Trump Melunak Dari Rencana Melengserkan Ketua Fed

Published on 04/24/2025

Dolar semakin pulih terhadap mata uang lainnya seiring dengan prospek menurunnya ketegangan perang dagang antara AS dengan China dan meredanya isu terakhir soal ancaman hilangnya independensi Federal Reserve dengan pergantian Ketua Fed – Jerome Powell sebelum habis masa jabatannya. Presiden Trump kemarin melunak dengan menyatakan tidak akan melengserkan Powell dan berharap lebih aktif meyampaikan ide untuk menurunkan suku bunga acuan. Sikap ini cukup berbeda dengan komentarnya pekan lalu yang berharap Powell dapat segera diturunkan dari jabatannya seiring dengan tuduhan misi politiknya sendiri. Keputusan ini disambut baik dan memulihkan kepercayaan pasar akan independensi Fed sebagai bank sentral. Sedangkan ketegangan perang dagang AS – China berpeluang dapat diredakan setelah media Wall Street Journal menyebutkan pejabat senior Gedung Putih mengatakan kenaikan tarif impor terhadap China akan diturunkan antara 50% hingga 60%. Menteri Keuangan - Scott Bessent sehari sebelumnya juga cukup yakin bahwa perang dagang dengan China masih bisa diredakan dan kenaikan tarif impor saat ini mencapai 245% masih dapat diubah. Dan bisa dipastikan bahwa setiap kesepakatan akan mengurangi kenaikan tarif impor tersebut secara signifikan. Namun usaha untuk mencapai perundingan perlu usaha ekstra seiring dengan ketegangan yang disebabkan oleh komentar rasis dari Wakil Presiden JD Vance beberapa waktu lalu yang cukup menyinggung pihak China. Presiden Trump juga mengatakan akan mengenakan kenaikan tarif impor terhadap China secara adil meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan yang dimaksudkan dengan adil di atas. Juru Bicara Gedung Putih - Karoline Leavitt menyampaikan sejauh ini baru 18 negara yang mengajukan proposal untuk negosiasi dagang dan diperkirakan akan diselesaikan dalam 34 pekan mendatang. Kenaikan tarif impor di segala bidang membuat kekhawatiran akan mendorong ekonomi menuju resesi, namun dengan sikap Trump yang melunak ini kemungkinan resesi dapat dihindari. Data ekonomi berupa PMI di sektor manufaktur mulai pulih dan naik di atas ambang batas 50 memasuki zona ekspansif dengan meningkat menjadi 50.7 lebih tinggi dari perkiraan 49 dan data periode sebelumnya yang direvisi membaik dari 48.6 menjadi 50.2. Namun di sektor jasa yang lebih krusial justru mengalami penurunan dari 54.4 menjadi 51.4 yang lebih rendah dari perkiraan hanya turun 52.8. Data sektor perumahan masih terus positif sedangkan laporan Beige Book dari Fed menunjukkan hanya sedikit perubahan ekonomi domestik di AS, namun ketidakpastian akan perdagangan internasional menjadi penghambat laju ekonomi. Dari 12 negara bagian di AS hanya ekonomi di 5 negara bagian yang mengalami sedikit peningkatan, 3 negara bagian tidak ada perubahan dan sisanya 4 negara bagian mengalami penurunan. Hari ini ada data Durable Goods Order dan juga laporan mingguan klaim pengangguran.

Yen juga mulai bergerak melemah kembali terhadap dolar seiring dengan optimisme akan peluang meredanya ketegangan akibat perang dagang AS - China. Meski demikian ancaman akan perlambatan ekonomi akibat agenda kenaikan tarif impor AS masih membayangi secara global sehingga Bank Sentral Jepang (BOJ) tidak perlu terburu-buru untuk kembali menaikkan suku bunga acuan dalam waktu dekat ini. Walaupun tekanan inflasi masih terus cenderung meningkat akibat agenda ekonomi yang sama. IMF dalam outlook ekonomi dunia merevisi perkiraan pertumbuhan ekonomi di Jepang hanya naik 0.6% di tahun 2025 ini atau turun 0.5% dari perkiraan di bulan Januari lalu. Dan untuk tahun 2026 mendatang diperkirakan pertumbuhan ekonomi Jepang masih akan sama 0.6% yang turun 0.2% dari perkiraan semula. Kemungkinan BOJ baru akan kembali menaikkan suku bunga acuan pada pertemuan moneter pada bulan Juni mendatang. Sementara kenaikan tarif impor AS meski dalam masa tenggang, namun kemungkinan tetap akan berdampak pada biaya hidup yang dapat menghalangi pertumbuhan ekonomi. Sehingga Perdana Menteri - Shigeru Ishida berencana memangkas harga BBM dan memberikan subsidi listrik. Beberapa bahkan menyarankan pemerintah Jepang untuk mengurangi pajak penjualan guna mengurangi beban biaya hidup tersebut.

Euro juga bergerak melemah terhadap dolar setelah beberapa hari sebelumnya menguat hingga level tertinggi dalam 3,5 tahun terakhir. Data fundamental juga menunjukkan ekonomi masih belum pulih dengan data PMI di sektor manufaktur maupun di sektor jasa. Meskipun sektor manufaktur meningkat dari 48.6 menjadi 48.7 yang jauh lebih baik dari perkiraan turun 47.4. Dan di sektor jasa mengalami penurunan dari 51.0 menjadi 49.7 lebih buruk dari perkiraan turun 50.4. Kedua indikator ini saat ini berada di bawah ambang 50 dan masuk zona kontraksi. Satu-satunya data yang meningkat adalah surplus neraca perdagangan yang meningkat menjadi 21.0B yang lebih tinggi dari perkiraan 14.9B dan data periode sebelumnya juga direvisi meningkat dari 14.0B menjadi 14.4B. Namun data ini masih belum terdampak dari kenaikan tarif impor AS yang baru sehingga tidak terlalu direspon oleh pasar.

Poundsterling juga berlanjut terkoreksi terhadap dolar seiring dengan kondisi ekonomi di Inggris ternyata tidak seoptimis sebelumnya. Data PMI di Inggris menunjukkan hal tersebut dimana sektor manufaktur dan jasa masih di bawah ambang 50. PMI di sektor manufaktur turun dari 44.9 menjadi 44.0 sesuai perkiraan dan di sektor jasa juga mengalami penurunan di bawah ambang hingga 48.9 yang lebih rendah dari perkiraan 51.5 dan bahkan data periode sebelumnya direvisi menurun menjadi 52.5. Sehingga mempersempit peluang Bank Sentral Inggris (BOE) untuk kembali memangkas suku bunga acuan. Hal ini ditegaskan oleh Gubernur BOE - Andrew Bailey yang mengatakan resiko akan kenaikan tarif tidak dapat diabaikan. Hari ini ada data Industrial Order.