China Mengajukan Syarat Yang Cukup Menyulitkan Untuk Memulai Perundingan Dagang

Published on 04/25/2025

Dolar kembali mengalami koreksi terhadap mata uang lainnya seiring dengan respon China terhadap argumen dari pihak AS yang belakangan menyatakan akan terjadinya negosiasi dagang. Dalam beberapa kali jumpa pers maupun postingan media sosial, Presiden Trump berulang kali menyatakan pihak China terbuka untuk negosiasi. Namun dalam kenyataaannya China belum sedikitpun menyatakan kesiapan melakukan negosiasi dan akan siap berunding jika hanya AS bersedia menghapus semua kenaikan tarif yang sudah berjalan saat ini jika memang benar-benar berniat untuk membuka kebuntuan. Tentu saja hal ini kembali menjadi kendala besar bagi terciptanya perundingan dagang yang oleh pasar sebelumnya diharapkan segera terwujud. Menteri Keuangan – Scott Bessent beberapa waktu lalu mengatakan kenaikan tarif terhadap China tidak berlaku permanen. Syarat yang meski cukup sulit untuk diterima, namun pihak AS memberikan sinyal terbuka untuk menurunkan tarif impor tersebut. Pasar memperkirakan akan sulit bagi AS untuk menjadi yang pertama untuk menurunkan tarif impor yang saat ini yang mencapai 245% menjadi sedikit lebih tinggi dari 100%. Sementara pemerintah Beijing menghendaki penghapusan secara total semua kenaikan tarif impor. Meskipun demikian Presiden Trump kembali mengeluarkan pernyataan bahwa negosiasi kedua belah pihak sedang berjalan tanpa menyebutkan siapa pejabat yang sedang berunding. Sejauh ini pihak yang dirugikan oleh kenaikan tarif impor adalah AS sendiri dengan harga-harga barang yang semakin mahal yang dapat mengancam pertumbuhan ekonomi yang berpeluang berakhir dengan resesi. Bursa saham dan pasar mata uang juga melemah akibat kebijakan tersebut dengan dolar melemah sebanyak 4.8% sampai saat ini yang merupakan penurunan terbanyak dalam sebulan sejak November 2022 yang lalu. Bertolak belakang dengan keinginan Presiden trump sendiri yang menginginkan strong dolar. Selain itu setelah isu seputar pelengseran paksa Ketua Fed mereda, pelaku pasar juga memperkirakan Fed akan kembali memangkas suku bunga acuan paling cepat para pertemuan moneter di bulan Juni mendatang. Hal ini didukung oleh pendapat dari Gubernur Fed Cleveland - Beth Hammack yang setuju untuk lebih bersabar mengubah kebijakan moneter seiring dengan ketidakpastian yang tinggi saat ini. Meskipun tidak menyebutkan kapan pemangkasan suku bunga acuan berikutnya akan dilakukan. Data ekonomi berupa klaim pengangguran mengalami peningkatan dari 216K menjadi 222K sesuai perkiraan. Data lain berupa Durable Goods Order mengalami peningkatan dari 0.9% menjadi 9.2% yang lebih rendah dari perkiraan naik 2.1% yang didominasi oleh sektor transportasi, karena data Core Durable Goods Order yang tidak menyertakan sektor transportasi mengalami penurunan dari 0.7% menjadi 0.0% yang lebih rendah dari perkiraan 0.3%. Hari ini ada data dari University of Michigan berupa ekspektasi inflasi dan sentiment konsumen.

Yen kembali menguat terhadap dolar seiring dengan rencana stimulus fiskal dari pemerintah Jepang. Perdana Menteri - Shigeru Ishida berencana memangkas harga BBM dan memberikan subsidi listrik guna meningkatkan daya beli rakyat Jepang. Karena kenaikan tarif impor AS meski dalam masa tenggang, namun kemungkinan tetap memicu inflasi dan akan berdampak pada tingginya biaya hidup yang dapat menghalangi pertumbuhan ekonomi. Sehingga pemerintah merasa perlu turun tangan meskipun Jepang sendiri kemungkinan akan mendapat keringanan kenaikan tarif. Jepang mempunyai posisi tawar menawar yang lebih tinggi karena nilai investasi Jepang di AS menjadi yang tertinggi, termasuk pemegang surat berharga AS terbanyak dibandingkan dengan negara lain. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintah Jepang berinisiatif memilih stimulus fiskal dan tidak tergantung pada hasil negosiasi perang tarif. Beberapa pakar ekonomi bahkan menyarankan pemerintah Jepang untuk mengurangi pajak penjualan guna mengurangi beban biaya hidup tersebut. Bank Sentral Jepang (BOJ) juga tidak perlu terburu-buru untuk kembali menaikkan suku bunga acuan dalam waktu dekat ini. Walaupun tekanan inflasi masih terus cenderung meningkat akibat agenda ekonomi yang sama. Kemungkinan BOJ paling cepat akan kembali menaikkan suku bunga acuan pada pertemuan moneter pada bulan Juni mendatang.

Euro juga rebound terhadap dolar setelah sempat terkoreksi dan kembali mendekati level tertinggi dalam 3,5 tahun terakhir, mengabaikan aktifitas ekonomi yang melemah sebelumnya dari data PMI di sektor manufaktur dan jasa. Dan juga rencana Bank Sentral Eropa (ECB) yang akan segera memangkas suku bunga acuan untuk ke-8 kalinya dalam waktu dekat ini. Bulan lalu ECB sudah sudah memangkas dan semua pejabat ECB sepakat masih perlunya pemangkasan selanjutnya. Mulai dari Presiden ECB - Christine Lagarde, Ketua Ahli Ekonomi - Philip Lane, Gubernur Bank Sentral Prancis - Francois Villeroy de Galhau dan Gubernur Bank Sentral Belanda - Klaas Knot, namun belum menyebutkan kapan akan dilakukan dan yang semalam secara terbuka Gubernur Bank Sentral Finlandia - Olli Rehn membuka wacana untuk kembali memangkas suku bunga acuan pada pertemuan moneter di bulan Juni mendatang seiring dengan dampak negatif dari kenaikan tarif impor AS terhadap prospek ekonomi di kawasan ini.

Poundsterling juga menguat lagi terhadap dolar seiring dengan kepercayaan akan tercapainya kesepakatan dagang dengan AS dan menjadikan berkurangnya tekanan akibat perang dagang. Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan - Rachel Reeves semalam dengan kepercayaan yang tinggi. Sementara Gubernur Bank Sentral Inggris (BOE) - Andrew Bailey masih menjaga kondisi moneter dari terpaan kenaikan tarif impor AS secara global. Selain karena kondisi ekonomi di Inggris yang ternyata tidak seoptimis sebelumnya. Data PMI turun di bawah ambang 50 memasuki zona kontraksi. Dan mempersempit peluang Bank Sentral Inggris (BOE) untuk kembali memangkas suku bunga acuan, dan kemungkinan baru akan dilaksanakan dalam waktu yang cukup lama.